Dugaan Pungli Bu RW di Jakbar, Korban Diminta Rp 2,5 Juta Saat Urus Akta

Anggota DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah mendapatkan laporan dugaan pungutan liar (pungli) di Duri Kepa, Jakarta Barat. Merujuk laporan yang diterima Ima, pungli itu dilakukan oleh pengurus RW terhadap warganya yang hendak menguruskan dokumen kependudukan keluarganya.

“Menindaklanjuti laporan warga. Bapak Hendra 3 tahun lalu bayar Rp 2,5 juta ke oknum untuk pengurusan akta kelahiran dan tidak jadi-jadi, akhirnya beliau lapor ke nomor pengaduan saya,” lata Ima melalui Instagram pribadinya, @ima.mahdiah, yang dilihat, Selasa (27/12/2022). Ima mengizinkan detikcom mengutip pernyataannya.

Dihubungi terpisah, Ima menjelaskan kasus itu bermula pada 2018. Saat itu, korban mengaku dimintai uang oleh istri ketua RW inisial D sebesar Rp 2,5 juta untuk biaya mengurusi dokumen administrasi milik istri dan anaknya. Oknum D itu menjanjikan dokumen selesai dalam waktu singkat.

Saat itu, tugas-tugas RW diserahkan kepada istri lantaran ketua RW yang menjabat saat itu sedang sakit. Namun, nyatanya, setelah 3 tahun lamanya dokumen itu tak kunjung selesai.

“Jadi waktu itu pas ada pengaduan masuk dari Pak Hendra, Bu, bisa dibantu nggak, anak saya sudah 3 tahun umurnya, waktu awal-awal itu diminta bantuan sama istri RW, mereka bayar,” jelasnya.

Pada akhirnya, Ima pun membantu korban menyelesaikan dokumennya. Ia pun sudah melakukan cross-check dugaan pungli kepada suku dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) setempat.

“Lalu saya koordinasikan dengan Suku Dinas Kependudukan & Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk ditindaklanjuti dan sekarang sudah selesai. Ke depan semua bisa diurus tanpa biaya. Jika menemukan pungli seperti ini, bisa lapor,” jelasnya.

Atas hal ini, Ima mendorong Pemkot Jakarta Barat turun tangan menindaklanjuti dugaan pungli ini. Menurutnya, oknum pengurus RW yang terbukti melakukan pungli mesti dicopot dari jabatannya.

“Menurut saya, kalau jelas pungli, harus diganti, karena sudah ada aturan tidak boleh pungli, mau RT, RW, tak boleh. Di satu sisi kejadian ini sudah 3 tahun. Kalau nggak salah, waktu itu suaminya lagi struk. Jadi yang aktif istrinya,” tegasnya.

Dimintai konfirmasi terpisah, korban pungli berinisial H mengaku tidak memahami alur pembuatan akta. Ia juga mengaku tergiur oleh tawaran D yang berjanji menyelesaikan dokumen dalam waktu singkat. Akhirnya, ia pun rela merogoh kocek Rp 2,5 juta untuk mengurus dokumen kependudukan keluarganya.

“Intinya, saya butuh, terus saya juga nggak ngerti pengurusannya kayak gimana. Jadi saya pikir kan benar (alurnya), saya pikir ya bisa jadi gitu,” ujar H.

Awalnya, H meminta tolong D mengurusi sejumlah dokumen kependudukan milik anak dan istrinya. Saat itu, dia dimintai uang senilai Rp 1,5 juta.

“KTP saya dua sama istri saya, pertamanya KTP sama KK jadi sama akta. Nah, dia bilang katanya semua ini nama istri saya sudah masuk, dia bilang ‘udahlah’. Waktu itu baru Rp 1,5 juta untuk KTP dan KK saya,” jelasnya.

Namun nyatanya, dokumen yang diminta belum lengkap diurus oleh D. Selanjutnya, ia kembali dimintai uang Rp 1 juta jika ingin dokumen administrasinya lengkap.

“Itu yang Rp 1 juta lagi dia bilang kalau KTP istri saya mau, kalau kamu berani bayar Rp 1 juta saya bisa bikinin katanya. Nanti dia nyolong-nyolong supaya bisa ambil blangkonya di kelurahan. Orangnya juga suka keliaran di kelurahan itu,” jelasnya.

Penjelasan Dukcapil
Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin pun angkat bicara terkait kasus ini. Budi menegaskan layanan pembuatan dokumen kependudukan tidak dipungut sepeser pun.

“Pelayanan Dukcapil di DKI Jakarta semua gratis, tidak dipungut biaya,” kata Budi saat dimintai konfirmasi.

Budi menekankan pihaknya bakal memberikan tindakan tegas terhadap oknum Disdukcapil yang terbukti melakukan pungli. Bahkan oknum tersebut terancam dipecat dari jabatannya.

“Kalau terbukti petugas yang melakukan pungli, akan dikenai sanksi tegas. Biasanya PJLP atau operator akan kami pecat langsung, kalau PNS akan dikenai hukuman sanksi berat,” tegasnya.

“Karenanya, pegawai kami sudah tidak ada yang berani (pungli). Namun biasanya oknum RT dan RW yang masih melakukan seperti itu,” sambungnya.

Di sisi lain, Budi meminta kepada masyarakat melakukan pengurusan dokumen secara mandiri langsung ke loket layanan di kelurahan demi mencegah kejadian serupa terulang lagi. [Detik.com]