Mengenal Ima Mahdiah, “Wakil” Ahok di Kursi DPRD DKI Jakarta

“Pemimpin bukan masalah jabatan atau kedudukan, Namun masalah mentalitas, kapasitas dan integritas”.

Hari ini Mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok/BTP) tampak rapi dengan jas hitam, kemeja putih dan dasi biru. Ahok menghadiri pelantikan anggota DPRD DKI 2014-2019, dan diundang dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur DKI.

Duduk disamping Djarot Syaifullah Yusuf dan Sutiyoso, Ahok nampak gembira, mungkin karena merasa ini adalah kesempatan nostalgia dan bisa saja karena ada sebuah peristiwa yang akan membuatnya gembira.

Hari ini, salah satu mantan staf Ahok dilantik menjadi anggota DPRD DKI, namanya adalah Ima Mahdiah. Ima menjadi salah satu dari 106 anggota DPRD periode 2019-2024.

Sosok Ima memang mencuri perhatian karena Ahok termasuk salah satu yang ikut mengkampanyekan agar masyarakat memilih Ima.

Ahok membagikan video tutorial miliknya tentang cara memilih caleg DPRD DKI sekaligus ikut memperkenalkan Ima sebagai caleg yang pantas dicoblos. Bukan itu saja, Ahok datang ke setiap kampanye Ima.

Ima yang merupakan putri asli Betawi ini juga pintar memanfaatkan situasi ini, Ima memuat foto Ahok di setiap spanduk maupun selebaran.

Hasilnya terbukti brilian, diusung oleh PDI-P, wanita yang berusia 27 tahun ini berhasil meraup 30.591 suara dari Dapil 10 Jakarta Barat pada Pemilu 2019. Suara terbanyak di dapilnya, meski sebenarnya Ima adalah wajah baru dalam kontestasi legislatif.

Dalam setiap kesempatan, Ima tak segan mengatakan bahwa Ahok adalah alasan kelolosannya sekaligus menjadi mentor politiknya. Ima bahkan berpikir dalam setiap tugasnya nanti sebagai mentor, Ima akan meminta pandangan Ahok dalam tiap langkah politisnya.

“Mentor politik saya Pak Ahok. Sudah pasti. Karena nanti pun ke depan saya akan konsultasi dengan beliau ketika di DPRD. Saya kan juga masih baru, butuh lah bimbingan dari dia,” kata Ima.

Gaya Imah memang sudah mirip dengan Ahok, minimal dari kedekatannya dengan masyarakat. Imah dikenal sebagai caleg yang sering turun ke lapangan menemui masyarakat. Bahkan Ima sesekali mendengar celetukan masyarakat yang menilai Ima terlalu rajin melakukan blusukan.

“Mereka selalu bilang, ‘Oh, ini caleg. Kok tumben caleg turun maranin (menemui) kita?”

Dari Ahoklah, Ima terus untuk menemui konstituen secara langsung, sehingga mereka bisa mengenal dirinya dan memahami juga program-programnya.

Ima lalu menceritakan pengalamannya pertama kali mengikuti blusukan dengan Ahok, yang mungkin akan terus diingatnya. Ima menjelaskan bahwa setiap hari dari pagi sampai tengah malam tak pernah berhenti menemui warga.

“Pas kita ikut reses kita kaget ada ya anggota DPR jam 9 pagi itu benar-benar tepat. Kita blusukan sampai jam 12 malam karena dari desa ke desa itu jaraknya dua jam. Saya pikir kok masih ada ya orang begini,” ujar Ima.

Belajar dari Ahok, Ima paham pentingnya kalangan akar rumput untuk ditemui. Oleh karena itu, Ima berusaha keras menemui masyarakat dalam tiga titik berbeda dalam satu kelurahan. Inilah yang dianggap menjadi kunci lolosnya Imah ke Kebon Sirih.

Sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina ini mengaku sempat kaget dengan perolehan suaranya yang jauh melampaui ekspektasi. “Awalnya ekspektasi saya di target sekitar 15.000 suara. Jadi saya targetin ke tim saya di kelurahan, satu kelurahan 500-an lah harus bisa dapet. Nyatanya dua kali lipat saya juga kaget ini suara dari mana, kalau bukan dari media sosial?” ujar Ima.

Publik tentu berharap terpilih Ima Mahdiah seabgai sosok “wajah” Ahok akan menjadi sosok anggota dewan yang dapat memberikan perubahan, dan keberanian untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat meski harus menghadapi berbagai tantangan.

Ahok sendiri memberi pesan singkat kepada anggota DPRD terpilih. Ahok berharap para wakil rakyat Jakarta ini bekerja sesuai Undang-undang. “Ya harapannya mereka bekerja sesuai undang-undang aja,” ujar Ahok.

Teringat kutipan yang tertulis di ahok.org, bertuliskan demikian; “Pemimpin bukan masalah jabatan atau kedudukan, namun masalah mentalitas, kapasitas dan integritas”.

Gaya Imah memang sudah mirip dengan Ahok, minimal dari kedekatannya dengan masyarakat. Imah dikenal sebagai caleg yang sering turun ke lapangan menemui masyarakat. Bahkan Ima sesekali mendengar celetukan masyarakat yang menilai Ima terlalu rajin melakukan blusukan.

Dari Ahoklah, Ima terus untuk menemui konstituen secara langsung, sehingga mereka bisa mengenal dirinya dan memahami juga program-programnya.

Ima lalu menceritakan pengalamannya pertama kali mengikuti blusukan dengan Ahok, yang mungkin akan terus diingatnya. Ima menjelaskan bahwa setiap hari dari pagi sampai tengah malam tak pernah berhenti menemui warga.

“Pas kita ikut reses kita kaget ada ya anggota DPR jam 9 pagi itu benar-benar tepat. Kita blusukan sampai jam 12 malam karena dari desa ke desa itu jaraknya dua jam. Saya pikir kok masih ada ya orang begini,” ujar Ima.

Belajar dari Ahok, Ima paham pentingnya kalangan akar rumput untuk ditemui. Oleh karena itu, Ima berusaha keras menemui masyarakat dalam tiga titik berbeda dalam satu kelurahan. Inilah yang dianggap menjadi kunci lolosnya Imah ke Kebon Sirih.

Sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina ini mengaku sempat kaget dengan perolehan suaranya yang jauh melampaui ekspektasi. “Awalnya ekspektasi saya di target sekitar 15.000 suara. Jadi saya targetin ke tim saya di kelurahan, satu kelurahan 500-an lah harus bisa dapet. Nyatanya dua kali lipat saya juga kaget ini suara dari mana, kalau bukan dari media sosial?” ujar Ima.

Publik tentu berharap terpilih Ima Mahdiah seabgai sosok “wajah” Ahok akan menjadi sosok anggota dewan yang dapat memberikan perubahan, dan keberanian untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat meski harus menghadapi berbagai tantangan.

Ahok sendiri memberi pesan singkat kepada anggota DPRD terpilih. Ahok berharap para wakil rakyat Jakarta ini bekerja sesuai Undang-undang. “Ya harapannya mereka bekerja sesuai undang-undang aja,” ujar Ahok.

Teringat kutipan yang tertulis di ahok.org, bertuliskan demikian; “Pemimpin bukan masalah jabatan atau kedudukan, namun masalah mentalitas, kapasitas dan integritas”. [Arnold Adoe/Kompasiana.com]