Tiru Ahok, Anggota DPRD DKI Terpilih Ima Mahdiah Bakal Memelototi Anggaran

Anggota DPRD DKI terpilih periode 2019-2024, Ima Mahdiah (27) mengaku akan rajin memelototi APBD DKI Jakarta.

Staf mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang diusung PDI Perjuangan ini mengaku akan siap memantau perumusan hingga penyerapan APBD DKI tiap tahun.

“Kami benar-benar akan mengawasi anggaran kebijakan strategis Pemprov DKI Jakarta seperti apa. Jangan sampai banyak anggaran kecolongan, yang mestinya bisa dimaksimalkan tapi tidak jalan,” jelas alumnus Universitas Paramadina ini kepada Kompas.com, Rabu (14/8/2019) siang.

Pada saat perumusan, Ima mengaku sejalan dengan kebijakan PDI-P yang ia sebut akan merekrut tenaga magang untuk menyisir rancangan APBD.

Menurut dia, hal ini krusial untuk mencegah peluang rencana anggaran disalahgunakan.

“Belajar dari zaman Pak Ahok, kayak lembaran dari RAPBD untuk ke KUA-PPAS (kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara) kan banyak banget, bisa 20 ribuan lembar. DPRD sendiri kadang suka miss,” Ima menjelaskan.

Anggaran era Anies dinilai tidak efektif
Ima menilai, saat ini APBD DKI memang tinggi serapannya, tetapi tidak sepenuhnya efektif. Dalam beberapa kasus, menurut Ima, anggaran tersebut justru salah sasaran.

Salah satunya soal Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus era Anies Baswedan. Selama blusukan pada masa kampanye, Ima mengaku menerima banyak laporan dari konstituennya di Dapil 10 Jakarta Barat soal KJP Plus yang penerimaannya tak tepat sasaran.

Ada sejumlah orangtua murid yang mestinya terdaftar sebagai penerima KJP Plus, tetapi dicoret oleh Pemprov DKI Jakarta tanpa alasan yang jelas.

“Saat saya survei blusukan, saya lihat ada yang kondisinya tidak mampu, tapi mereka tidak dapat KJP. Yang mampu, dia dapat,” jelas Ima.

“Dulu, zaman Pak Ahok itu bisa dapat tambahannya sekitar Rp 1 juta, sekarang Rp 600.000. Masyarakat yang tadinya dapat tiba-tiba diberhentikan. Jangankan dari dinas pendidikan, dari gurunya pun tidak dapat informasi kenapa mereka enggak dapat (KJP) lagi, apa kekurangannya. Itu kan sangat berasa buat masyarakat, mana yang tepat sasaran dan tidak tepat sasaran,” lanjutnya.

Ima mengklaim, ketika era kepemimpinan Ahok, ada 900.000 anak penerima KJP. Jumlah itu berkurang menjadi 300.000 lebih pada era Anies.

Tak hanya di sektor pendidikan, Ima juga penasaran dengan efektivitas anggaran Kartu Jakarta Lansia.

Isu pendidikan dan lansia memang menarik perhatiannya karena Ima berniat ditempatkan di Komisi E DPRD DKI yang bergelut dengan tema kesejahteraan rakyat.

“Saya punya beberapa data rumah yang saya sambangi, mereka (lansia) benar-benar tidak mampu, anaknya tidak mampu membiayai karena punya kehidupan sendiri ngepas, tidurnya gabung dan tidak layak, tapi sudah daftar Kartu Jakarta Lansia enggak dapat. Saya pengin tahu, kenapa bisa salah sasaran,” tutur Ima.

KLB verdus APBD
Ahok dikenal doyan memanfaatkan aliran dana di luar APBD DKI Jakarta untuk pembangunan Ibu Kota.
Dana tersebut berasal dari pihak swasta, baik berupa program CSR (corporate social responsibility, seperti pada program bus tingkat) maupun denda KLB (koefisiensi lantai bangunan, seperti pada pembangunan Simpang Susun Semanggi).

Ima yang lebih dari 5 tahun mendampingi Ahok kepincut dengan strategi ini. Ia menilai, sejumlah program Pemprov DKI Jakarta yang sifatnya tak begitu fundamental, sebaiknya menggunakan dana denda KLB alih-alih APBD.

“Seharusnya, kayak yang namanya membangun Formula-E itu seharusnya bisa dapat dari denda KLB. Dana totalnya Rp 350 miliar – Rp 360 miliar itu sebenarnya bisa dari sana (denda KLB). Tapi, harus dirinci itu untuk apa aja Rp 350 miliar, masyarakat perlu tahu. Nah, lebih baik APBD-nya kita fokuskan untuk pendidikan, kesehatan, dan rusun. Banyak yang tidak strategis dibuat jadi anggaran (APBD),” Ima berpendapat.

Ia tak sepakat jika aliran dana denda KLB dianggap sebagai langkah impunitas pelanggaran izin oleh pengusaha, maupun jadi pintu masuk bagi peluang kolusi penguasa-pengusaha. Justru melalui pemanfaatan, warga jadi bisa melihat jelas ke mana aliran dana denda KLB itu.

Justru melalui pemanfaatan, warga jadi bisa melihat jelas ke mana aliran dana denda KLB itu.
“Justru zaman Pak Ahok KLB jadi ada pertanggungjawabannya. Dulu kan kita enggak tahu uangnya ke mana. Nah, di situ masyarakat bisa ngerasain, KLB zaman Pak Ahok ada yang dibangun rusun dan RPTRA,” jelas Ima.

“Nah, APBD-nya bisa terselamatkan untuk pendidikan dan kesehatan. Ke depan saya lihat kita tidak bisa bergantung sama APBD,” tambahnya. [Kompas.com]