Tolak Pasal Pidana Perubahan Perda Covid-19, Politikus PDIP: Ini Soal Nurani

Anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah mengambil sikap tegas menolak pasal pidana hukuman 3 bulan penjara dalam usulan perubahan perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.

Dia mengatakan, penegakan aturan bukan semata-mata soal pidana, tapi juga harus melihat dari sisi hati nurani.

“Karena ini bukan soal pidana, tetapi hati nurani,” kata Ima melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (22/7/2021).

Ima mengatakan, banyak warga yang terpaksa melanggar aturan di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat karena terpaksa.

Suatu ketika Ima pernah mendapat laporan mengenai seorang pengusaha yang harus membuka usahanya meski tidak termasuk sektor esensial karena terjepit kebutuhan keuangan.

“Mereka lakukan (pelanggaran) semata-mata untuk membayar gaji karyawan juga utang usaha, lalu apakah mereka mau dipenjarakan?” ucap Ima.

Bekas staf mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ini menilai Pemprov DKI Jakarta harus mencari jalan keluar lain yang lebih berpihak pada warga Jakarta.

Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan adalah pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama di lingkungan sekitar untuk menjaga protokol kesehatan dan menyerukan untuk segera melakukan vaksin Covid-19.

“Misalkan dengan cara mengingatkan pentingnya protokol kesehatan, atau sanksi yang bersifat edukasi atau selain itu dapat bekerja sama dengan masjid-masjid yang ada di lingkungan,” ucap Ima.

Satpol PP juga bisa dikerahkan bukan sebagai palugada kekuasaan, melainkan sebagai aparat yang bisa mengingatkan warga untuk mematuhi protokol kesehatan.

“Satpol PP, Babinsa dan Bimas sebagai tiga pilar tentu tetap mengimbau juga mengingatkan dan bahkan dapat menegur pada saat ada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan,” ucap dia.

Sebagai informasi, dalam usulan perubahan Perda Covid-19, Pemprov DKI menginginkan adanya sanksi pidana hukuman 3 bulan penjara atau denda administrasi bagi pelanggar protokol kesehatan berulang. Sanksi tersebut diusulkan dalam Pasal 28A. [Kompas.com]