Tugas Kampus Mengantar Ima Mahdiah Mengenal Sosok Ahok Hingga Mendulang Suara Dalam Pemilu 2019

Ima Mahdiah berbagi cerita perjalanan dirinya bisa menjadi staf Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok hingga menjadi calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan.

Ima Mahdiah dalam Pemilu Legislatif 2019 berdasarkan perhitungan tim internalnya lolos menjadi anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024, meskipun KPU belum mengeluarkan data resmi.

Ima Mahdiah menjadi Caleg dari Dapil Jakarta 10 dengan perolehan suara tertinggi dari PDI Perjuangan.

Ima tak menampik dibalik suksesnya ia mendulang suara, ada peran besar Ahok di dalamnya.

Sikap berani yang memuat foto Ahok di setiap spanduk maupun selebaran kampanyenya membuat suaranya kian menanjak.

Terkait dirinya yang bisa kenal hingga menjadi staf dan orang kepercayaan Ahok, Ima pun membagikan ceritanya kepada TribunJakarta.com.

Perkenalan dara kelahiran Jakarta 27 tahun silam dengan Ahok itu terjadi pada 2010 saat ia baru duduk pada semester 1 jurusan Hubungan Internasional Universitas Paramadina.

Saat itu, Ima mendapat tugas Politik Indonesia dari Bima Arya, dosennya kala itu yang kini jadi Wali Kota Bogor untuk mengikuti keseharian anggota DPR.

“Waktu itu kami disuruh mengikuti keseharian anggota DPR yang masih muda dan benar-benar fight untuk rakyat,” kata Ima saat berbincang dengan TribunJakarta.com, Kamis (2/5/2019).

Ima yang tak banyak mengenal nama para anggota dewan dibuat bingung.

Sebab, saat itu anggota DPR yang ia tahu hanya berasal dari kalangan selebritis seperti mendiang Adjie Massaid atau Ruhut Sitompul.

Namun, para anggota DPR yang lebih populer itu sudah diambil oleh teman sekelasnya.

Ia bersama empat orang teman satu kelompoknya pun menjadi kelimpungan.

Ketika sedang dirundung rasa bingung, seorang teman Ima mengeluarkan kartu nama anggota DPR.

Kartu nama itu tertulis Basuki Tjahaja Purnama Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar.

Membaca nama itu, Ima mengernyitkan dahi.

Ia sama sekali tak pernah mendengar nama ini sebelumnya.

Pun dengan anggota kelompoknya.

Mereka pun tak satu suara untuk menjadikan Ahok sebagai narasumbernya.

Akhirnya kelompok Ima punya alternatif lain yakni politisi Gerindra Dhohir Farisi yang juga suami Yenny Wahid.

Mereka sepakat mengirimkan pesan singkat kepada kedua politisi itu untuk meminta kepastian.

Siapa yang balas lebih dulu itulah yang mereka jadikan narasumber.

Di situlah Ahok tampil sebagai pemenang.

Selang 30 menit sejak pesan dikirim, Ahok langsung memberikan jawaban.

Sedangkan Dhohir Farisi baru membalasnya beberapa jam setelahnya.

“Ya jadi apa boleh buat kita dapatnya Pak Basuki,” kata Ima menceritakan awal perkenalannya dengan Ahok.

Ima dan teman kelompoknya yang awalnya pesimis mendapat anggota DPR tak populer langsung berubah drastis saat melihat aksi Ahok di ruang rapat DPR.

Saat itu, Ahok terlihat paling lantang dalam rapat pembahasan pengadaan e-KTP mengingat ia duduk di Komisi II DPR yang membahas soal pemerintahan dalam negeri.

Tak hanya ikut di DPR, Ima juga ikut saat Ahok menemui konstituennya di Belitung saat masa reses.

Di situlah Ima makin dibuat heran dengan sikap Ahok.

Lima hari mengikuti Ahok di dapilnya, Ima benar-benar kewalahan.

Setiap hari dari pagi sampai tengah malam tak pernah berhenti menemui warga.

“Pas kita ikut reses kita kaget ada ya anggota DPR jam 9 pagi itu benar-benar tepat. Kita blusukan sampai jam 12 malam karena dari desa ke desa itu jaraknya dua jam. Saya pikir kok masih ada ya orang begini,” beber Ima.

Promosikan Ahok
Merasa takjub dengan sikap Ahok, sepulang dari Belitung, Ima pun selalu mempromosikan nama Ahok kepada teman-teman kampusnya.

Puncaknya ketika ia menghadirkan Ahok sebagai narasumber diskusi hingga membuat nama pria asal Belitung Timur itu menjadi tenar di kampusnya.

“Pak Ahok dua kali ke kampus saya, pas jadi narasumber diskusi dan wisuda saya,” kata Ima.

Setelah selesai mengikuti keseharian Ahok sebagai Anggota DPR, Ima pun tetap menjalin komunikasi.

Pada 2011, saat Ahok berwacana untuk maju sebagai calon independen dalam Pilkada DKI 2012, Ima menjadi seorang tim suksesnya.

Ima bergerilya ke sejumlah tempat untuk meminta foto kopi KTP sebagai syarat agar Ahok bisa maju lewat jalur independen.

“Dulu pulang kuliah saya ke pasar. Saya promosiin ke warga bilangin kalau mereka ada kesulitan soal masalah kependudukan bisa telpon ke pak Ahok,” ujarnya.

Meski di tengah jalan akhirnya Ahok maju sebagai cawagub dari Joko Widodo, bagi Ima itu tak masalah.

Ia tetap menjadi tim sukses Jokowi-Ahok yang kala itu menciptakan trendmark dengan kemeja kotak-kotak.

Soal kemeja kotak-kotak yang dipakai Jokowi-Ahok pada 2012 itu Ima punya cerita menarik.

Awalnya, ia hanya ingin membuat baju kotak-kotak itu untuk tim sukses saja.

Namun Ahok yang mengira kemeja itu akan dijual untuk umum telah terlanjur menyebarkan ke banyak orang.

“Akhirnya kita bisa jual sampai 5000 potong kemeja kotak-kotak. Satu-satunya politisi yang duitnya itu dari partisipasi warga. Sekira Rp 400 juta kita serahin ke Pak Jokowi-Ahok untuk kampanye,” kata Ima.

Saat Ahok menjabat sebagai wakil gubernur pada 2012 hingga akhirnya menjadi Gubernur DKI Jakarta dan lengser pada 2017, Ima setia menjadi staf Ahok.

Kerja dengan Ahok dirasakan Ima juga sebagai tempatnya belajar dan mencari pengalaman tentang tata cara melayani warga.

“Kalau ada keluhan warga soal pendidikan, kesehatan dan banjir pasti masuknya ke saya,” kata Ima.

Atas pengalamannya selama lima tahun mendengar keluhan warga dan belajar dari Ahok, Ima beranikan diri terjun ke dunia politik.

Pilihannya tepat, ia kini akan menjadi Anggota DPRD periode 2019-2024 dan ingin fokus menangani masalah kesehatan, pendidikan dan lansia di ibu kota.

“Pas pertama kenal pak Ahok, saya jalan ke mall itu enggak ada yang kenalin beliau. Coba kalau sekarang, enggak bisa jalan kali pak Ahok karena dikerubutin orang-orang,” kata Ima.

Disarankan Ahok
Setelah setia menjadi staf dan timses Ahok, saat ini justru Ahok yang menjadi timses Ima.

Ahok mendukung penuh langkah Ima untuk maju sebagai caleg DPRD dari PDI Perjuangan.

“Dari Pak Ahok saya belajar kalau saya di dalam (pemerintahan) saya akan bantu banyak orang,” kata Ima.

Ima mengaku beruntung telah mengenal Ahok sejak lama.

Terhitung, sudah sekitar 9 tahun ini, atau saat ia masih kuliah semester 1 di Universitas Paramadina telah mengenal Ahok secara personal.

Dalam perjalanan waktu itulah membuat Ima banyak belajar dari sikap dan perilaku Ahok, entah sebagai pribadi, wakil rakyat hingga kepala daerah.

“Secara tidak langsung saya sudah dibentuk karakternya oleh pak Ahok. Saya bersyukur pernah digembleng dari saya awal kuliah sampai saat ini,” kata Ima. [tribunnews.com]